RNCelebes.web.id, Makassar - Aksi massa atas kerusuhan, berujung pembakaran yang terjadi kemarin di gedung Kantor DPRD Sulsel. Insiden seharusnya dapat dicegah setelah kebakaran DPRD Makassar, jika aparat kepolisian berada di lokasi saat kejadian dan memang ingin mencegah hal yang sama tidak terjadi.
Namun, akibatnya 2 gedung dewan legislatif di Kota Makassar hangus dilalap api, usai penyerangan aksi massa yang tidak dikenal, Jumat 29/8/2025 malam di Makassar. Aksi brutal massa tersebut terjadi di tengah gelombang demonstrasi terkait kematian driver ojek online, Affan Kurniawan. Berbuntut protes aksi massa di Makassar yang berlangsung tanpa pengamanan polisi.
Gedung pertama yang jadi sasaran amuk massa adalah Kantor DPRD Kota Makassar di Jalan Andi Pangeran Pettarani. Bangunan lima lantai tersebut ludes terbakar sekitar pukul 23.00 Wita, setelah massa diduga melempar bom molotov. Api dengan cepat merembet, membakar puluhan motor dan mobil yang terparkir hingga menjilat gedung.
Saat kebakaran terjadi, gedung DPRD Makassar sedang ramai, oleh karena berlangsung rapat paripurna Ranperda APBD Perubahan yang dihadiri wali kota, wakil wali kota, dan anggota dewan. Tak lama setelah api melahap gedung DPRD Makassar, selanjutnya aksi massa bergerak menuju gedung DPR Provinsi Sulawesi Selatan di Jalan Urip Sumoharjo, sekitar dua kilometer dari lokasi pertama.
Nampak pada waktu itu, pagar setinggi lima meter berhasil dirobohkan. Sejumlah personel TNI yang berjaga tanpa perlengkapan memadai tak kuasa menahan laju massa. Akibatnya, kerumunan masuk dan melempari bom molotov ke dalam gedung. Sedangkan ruang rapat paripurna, ruang fraksi, hingga ruang kerja pimpinan dewan dilaporkan ludes terbakar dan sebagian dijarah.
Demikian informasi sementara sebanyak 4 (Empat) bangunan di kompleks DPRD Sulsel hangus, termasuk tower sembilan lantai dan kantor cabang pembantu Bank Sulselbar.
Berdasarkan pantauan Tim awak media, tak terlihat satu pun polisi berseragam di lokasi kejadian untuk menghalau massa maupun mencegah penjarahan. Sejumlah laporan awak media juga menyebut hal serupa.
Sejak siang hingga malam kemarin, aparat tidak tampak berjaga di titik-titik unjuk rasa mahasiswa, termasuk depan kampus UNM, UMI, dan Unhas. Hal ini berdasarkan informasi awak media lainnya, yang sempat melihat petugas polisi huru-hara menjaga Gedung DPRD Sulsel pada Jumat sore, namun bubar sekitar pukul 16.00 lebih Wita.
Sementara dikesempatan yang berbeda, Pengajar Hukum Tata Negara UIN Alauddin, Kusnadi Umar, memberikan statement, mendesak pihak kepolisian bertanggung jawab atas rusaknya sejumlah objek vital negara, termasuk pos pengamanan Kejati Sulsel.
"Bagaimana mungkin, objek vital negara seperti gedung DPRD, kantor Kejaksaan tidak dijaga TNI-Polri saat terjadi gejolak sosial?,” kata Kusnadi Umar yang dilansir dari sosial media, Sabtu (30/8/2025). "Kalau tidak ada pengamanan, maka wajar publik menilai ada pembiaran oleh aparat,” jelas Kusnadi.
Menurutnya sebagai lokasi kantor DPRD Makassar dengan asrama Brimob Pabaeng-Baeng Polda Sulsel, hanya berjarak kurang-lebih 1,3 Km. Kerusuhan di DPRD Sulsel, seharusnya bisa dicegah setelah kebakaran DPRD Makassar, jika aparat memang ingin mencegah hal yang sama tidak terjadi.
“Padahal selama ini polisi menurunkan jumlah pasukan pengamanan yang cukup besar saat demo-demo skala kecil, tapi kenapa waktu demo kemarin tidak ada. Ini patut dipertanyakan,” ujarnya.
Dirinya juga menolak anggapan, bahwa jumlah massa lebih besar dari kekuatan polisi. "Kekhawatiran bahwa massa akan lebih besar dibanding polisi, itu tidak masuk akal. Apalagi kalau alasan takut pasca insiden Ojol dilindas,” tegasnya.Makassar.
Kusnadi menilai, pihak Polda Sulsel dan Polrestabes Makassar harus bertanggung jawab atas jatuhnya korban jiwa serta rusaknya fasilitas negara. Polisi sebagai alat negara telah melanggar Konstitusi, karena tak bisa menjaga ketertiban dan keamanan serta memberikan perlindungan kepada masyarakat. “Telunjuk publik harus diarahkan ke kapolda dan kapolrestabes sebagai pihak yang tidak bisa menjaga keamanan, bahkan ada kecenderungan pembiaran,” tandasnya.
Sementara Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, tidak memberi keterangan soal absennya aparat, tidak berada di lokasi kejadian. Dirinya hanya menjawab pertanyaan soal kesan pembiaran dengan jumlah korban yang juga tidak diketahui.
“Nanti saya minta dulu ini, saya belum tahu intinya, apanya, korbannya berapa, nanti saya kabari balik,” tutur Didik terbata-bata.
Sampai berita ini dipublikasikan belum juga ada pihak yang terkait dari kepolisian dapat dikonfirmasi terkait hal tersebut.
Sampai berita ini dipublikasikan belum juga ada pihak yang terkait dari kepolisian dapat dikonfirmasi terkait hal tersebut.
( Tim Red )